Kamis, 02 Desember 2010

KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU

Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development". Tidak jarang peran ‘”development” justru tidak mendewasakan koperasi.
Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet dan solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.
Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi. Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata. Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh bersatu. Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
¬Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";
Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?). Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan”.

KOPERASI SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI PANCASILA

Perjuangan bangsa Indonesia bersama segenap komponen dan eksponen kekuatan nasional seluruh negeri tahap pertama melawan penjajah, yaitu “Mencapai Indonesia Merdeka” telah berhasil dengan gemilang yang ditandai dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Bahkan telah dilengkapi pula dengan dasar negara ideologi luhur Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945 sebagai platform pijakan perjuangan tahap kedua menuju cita-cita bangsa.
Bagi bangsa Indonesia proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah merupakan “berkat rakhmat Allah” (Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga) yang melekat menyertai perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea kedua), sedang dalam batang tubuhnya ditegaskan “Negara berdasarkan atas Ke Tuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 29 UUD 1945), yang artinya tatanan dan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan atas hukum dan nilai-nilai Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian maka Proklamasi juga merupakan tekad dan janji bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk melaksanakan janjinya itu secara konsisten, murni dan konsekwen bersama segenap rakyat Indonesia di lingkungan dunia internasional dalam tingkat, harkat, martabat dan derajat yang sama dengan bangsa-bangsa lain.
Perjuangan bangsa tahap kedua telah berjalan selama hampir 58 tahun, namun hasilnya masih sangat mengecewakan bahkan terlihat semakin jauh dari gambaran cita-cita bangsa Indonesia (alinea 4 Pembukaan UUD 1945), yang terdiri atas 3 (tiga) pilar, yaitu :
a. Mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pemerintahan yang bersih, berwibawa, stabil dan kuat agar mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
b. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur,
c. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Oleh karenanya diperlukan langkah pencermatan terhadap pengalaman masa lalu untuk introspeksi dan evaluasi berdasarkan platform tersebut diatas guna menemukan penyebab yang dianggap paling mendasar dari kegagalan perjuangan tahap kedua, kemudian secara induktif dan deduktif dicari berbagai alternatif pemecahannya sebagai upaya antisipatif dari segala penyebab kegagalan tersebut.
Selanjutnya berpijak pada platform tersebut disusunlah rencana baru perjuangan yang lebih realistis dan lebih terukur dalam ruang dan waktu yang tersedia secara kontekstual sesuai dengan hasil analisa situasi dan kondisi obyektif yang nyata serta menyusun strategi dan taktik perjuangan yang lebih relevan untuk tidak mengulangi kegagalan lagi.

Pengalaman Sejarah sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 :
Mempelajari perjalanan sejarah kehidupan bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945 hingga sekarang (1945 – 2003) tersimpul bahwa sebenarnya Pancasila dan UUD 1945 belum pernah dilaksanakan secara murni dan konsekuen sesuai maksud dan tujuan semula.
Tanggal 18 Agustus 1945 Undang-Undang Dasar NKRI disahkan dan berlaku bagi seluruh tanah air Indonesia, kemudian disusul pembentukan suatu Kabinet Presidensiil sesuai ketentuan UUD 1945 yang sudah disahkan itu. Tetapi pada tanggal 14 Nopember 1945 BP-KNIP (yang melakukan fungsi MPR sebelum MPR terbentuk) mengusulkan kepada Presiden agar Kabinet Presidensiil diganti dengan Kabinet Parlementer yang dipimpin seorang Perdana Menteri dan bertanggung jawab kepada DPR. Maka Kabinet Presidensiil tadi dibubarkan dan diganti Kabinet Parlementer (dengan Perdana Menteri Syahrir I), yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Jadi UUD 1945 hanya berlaku selama 3 (tiga) bulan kurang 3 hari.
Bentuk Kabinet Parlementer ini berlangsung terus hingga tanggal 5 Juli 1959 saat Presiden mengumumkan Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 serta membubarkan Konstituante hasil Pemilu tahun 1955 setelah gagal menyusun Undang-Undang Dasar yang baru. Maka Presiden membentuk Kabinet Presidensiil yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden sesuai ketentuan UUD 1945. Kemudian Presiden memerintahkan Badan Perancang Pembangunan Nasional untuk menyusun suatu rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) dengan periode pembangunan berjangka waktu 8 tahunan (1961–1969) berdasarkan pidato kenegaraan Presiden tanggal 17 Agustus 1959.
Namun karena keterbatasan dana dan negara memprioritaskan perjuangan Tri Kora (1962) untuk merebut kembali Irian Barat dan mengembalikan kepangkuan wilayah Republik Indonesia dari kekuasaan Belanda, maka terpaksa PNSB belum dapat dilaksanakan dengan baik.
Pada tahun 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G30S (Gerakan 30 September 1965) yang dipimpin oleh PKI untuk merebut kekuasaan negara Republik Indonesia. Dalam waktu singkat ABRI dapat mengatasi pemberontakan tersebut.
Tanggal 11 Maret 1966 Presiden menerbitkan Surat Perintah (terkenal dengan istilah Super Semar) kepada Letnan Jenderal Suharto selaku Pangkostrad untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menyelamatkan negara. Tetapi ternyata Super Semar tersebut dimanfaatkan untuk mengambil alih kekuasaan Presiden dengan dukungan MPRS.
Kemudian disusul dengan dibentuknya Pemerintahan Orde Baru dibawah pimipinan Jenderal Suharto yang menjanjikan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Ternyata secara operasional sejak awal sudah menyimpang dari jiwa Pancasila dan UUD 1945, terbukti dengan terbitnya UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang jelas-jelas bertujuan menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya sistem ekonomi liberal kapitalistik serta diterapkannya sistem ekonomi trickle down effect yang menguntungkan fihak konglomerat dan tidak berpihak kepada kepentingan dan partisipasi rakyat yang nota bene adalah pemegang kedaulatan negara.
Dari pengalaman selama 58 tahun kemerdekaan Indonesia sejak 17 Agustus 1945, lebih dari 50 tahun telah diterapkan sistem demokrasi liberal yang menyimpang dari platform Amanat Proklamasi (Pancasila dan UUD 1945), yang membuktikan tidak cocok bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia dan telah mengakibatkan terjadinya degradasi hampir di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Oleh karenanya secara arif dan bijaksana para pemimpin dituntut untuk segera sadar kembali pada platform perjuangan dan pembangunan negara Indonesia tersebut diatas, yaitu Amanat Proklamasi Kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945.
Pemahaman Amanat Proklamasi 1945
Dari pengalaman sejarah tersebut diatas terlihat bahwa Pancasila dan UUD 1945 dapat ditafsirkan sesuai dengan kepentingan dan keinginan rezim yang sedang berkuasa. Oleh karenanya perlu diupayakan kesepakatan nasional untuk penafsiran secara obyektif dan baku dari platform Amanat Proklamasi 45 sedemikan sehingga dapat dihindari tafsiran yang menyimpang dan bahkan kontradiktif terhadap nilai-nilai dasar dari platform tersebut. Bagi bangsa Indonesia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, kenyataan sejarah adalah kehendak Tuhan. Begitu pula Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945 adalah kenyataan sejarah yang merupakan pertanda zaman bagi bangsa Indonesia yang menunjukkan bahwa nasib bangsa Indonesia akan berubah dan berbalik dari sengsara akibat imperalisme dan feodalisme menjadi bahagia berdasar cita-cita luhurnya.
Proklamasi Kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945 adalah merupakan titik balik sejarah, dari status terjajah dan terhinakan berbalik menjadi status merdeka dan termuliakan. Hanya perlu diingat bahwa proses pembalikan status tersebut bukan terjadi dengan sendirinya, melainkan harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras.
Pernyataan “kemerdekaan” nya dalam kalimat alinea pertama Proklamasi mempunyai makna hakiki yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila baik sebagai pandangan hidup, sebagai filsafat, sebagai dasar negara, sebagai ideologi maupun sebagai suatu sistem kehidupan umat manusia. Pernyataan pemindahan “kekuasaan“ dalam kalimat alinea kedua Proklamasi mempunyai makna pengalihan, pemberian dan pembagian kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945 antara negara dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan ( pasal 1 ayat (2) ). Pembagian kekuasaan antara negara dan rakyat yang diatur dalam pasal-pasal dan ayat-ayat dari UUD 1945 menunjukkan bahwa masing-masing memperoleh kekuasaan sebesar 70 %. Dalam gambar grafis superposisi dari kedua kekuasaan menghasilkan tiga bentuk pengelolaan kekuasaan, yaitu 30 % murni pengelolaan kekuasaan negara, 30 % murni pnegelolaan kekuasaan rakyat (atau hak hidup rakyat), dan 40 % pengelolaan bersama (sharing dari negara dan rakyat) dalam bentuk koperasi. Dalam aspek ekonomi pengelolaan bersama merupakan pengelolaan koperasi berskala nasional yang modalnya dihimpun bersama antara rakyat dan negara.

Ekonomi Pancasila (Ekonomi Indonesia dengan moral Pancasila) :
Dalam hal Pancasila sebagai suatu pandangan hidup maka sila-silanya merupakan sudut-sudut pandang atau aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
1). Ketuhanan Yang Maha Esa; merupakan aspek spiritual,
2). Kemanusiaan yang adil dan beradab; merupakan aspek kultural,
3). Persatuan Indonesia; merupakan aspek politikal,
4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; merupakan aspek sosial,
5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; merupakan aspek ekonomikal.
Kelima sila tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan tersusun secara hirarkis dan berjenjang yaitu sila pertama meliputi sila kedua, sila kedua meliputi sila ketiga, sila ketiga meliputi sila keempat dan sila keempat meliputi sila kelima. Atau sebaliknya dapat dikatakan sila kelima merupakan derivasi sila keempat, sila keempat merupakan derivasi sila ketiga, sila ketiga merupakan derivasi sila kedua dan sila kedua merupakan derivasi sila pertama (Prof. Dr. Notonegoro).
Dengan demikian maka ekonomi Pancasila telah mengandung seluruh nilai-nilai moral Pancasila dan mengacu pada seluruh aspek kehidupan sila-sila dari Pancasila.
Sesuai gambar grafis superposisi pembagian kekuasaan antara negara dan rakyat tersebut diatas, maka ekonomi Pancasila mewujud dan terdiri atas 3 (tiga) pilar sub sistem, yaitu :
(1). pilar ekonomi negara yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan tugas negara dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, (negara kuat), dengan tugas pokok antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
(2). pilar ekonomi rakyat yang berbentuk koperasi (sharing antara negara dan rakyat) dan berfungsi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, (home front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kehidupan layak bagi seluruh anggotanya.
(3). pilar ekonomi swasta yang berfungsi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia (battle front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kemajuan usaha swasta yang memiliki daya kompetisi tinggi di dunia internasional.
Pengertian kompetisi dalam moral Pancasila bukan dan tidak sama dengan free fight competition a la barat yang di dalamnya mengandung cara-cara yang boleh merugikan fihak lain (tujuan menghalalkan cara). Hubungan dagang dalam sistem ekonomi Pancasila harus tetap dalam kerangka untuk menjalin tali silaturahmi yang selalu bernuansa saling kasih sayang dan saling menguntungkan, menghindarkan kemuspraan (kesia-siaan). Pola pengelolaan dari masing-masing pilar ekonomi tersebut berbeda dan membutuhkan kemampuan para pelaksana secara profesional agar hasilnya menjadi optimal sesuai dengan kebutuhan, tetapi tetap mendasarkan kerjanya pada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pada masing-masing pilar. Masing-masing pilar mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk saling kerjasama dan saling bantu tanpa merugikan salah satu fihak.
Koperasi Indonesia :
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45, sesuai gambar grafis superposisi tersebut diatas adalah merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara. Pada dasarnya rakyat Indonesia memang bukan “homo ekonomikus” melainkan lebih bersifat “homo societas”, lebih mementingkan hubungan antar manusia ketimbang kepentingan materi/ekonomi (Jawa: Tuna sathak bathi sanak), contoh : membangun rumah penduduk dengan sistim gotong-royong (sambatan). Akibatnya di dalam sistem ekonomi liberal orang asli Indonesia menjadi termarginalkan tidak ikut dalam gerak operasional mainstream sistem ekonomi liberal yang menguasai sumber kesejahteraan ekonomi sehingga sampai kapanpun rakyat Indonesia tidak akan mengenyam kesejahteraan.
Oleh karena itu sistem ekonomi yang cocok bagi masyarakat Indonesia adalah sistem ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga, yaitu bangun koperasi yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga hilir, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya. Dengan demikian maka koperasi betul-betul menguasai sumber kesejahteraan/rejeki dari sistem ekonomi itu dan dapat mendistribusikannya secara adil dan merata kepada seluruh anggotanya tanpa kecuali, tetapi sangat dipersyaratkan bahwa sistem pengeloaannya haruslah benar dan tertib tanpa kecurangan. Sebagai contoh pengalaman atas pengelolaan sebuah koperasi yang benar dan tertib. Gambaran lebih konkrit dari wujud Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur adalah apabila setiap anggota keluarga memperoleh penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan keluarga dengan cukup dalam memenuhi 5 jenis kebutuhan dasar hidupnya, yaitu di bidang 1.pangan (cukup gizi), 2.pakaian (pantas, sehat, sopan), 3.perumahan (sehat, aman, nyaman), 4.kesehatan (fisik, mental, lingkungan), dan 5.pendidikan (gratis selama 9 – 15 tahun pertama). Pengelolaan untuk memenuhi kelima jenis kebutuhan dasar anggota koperasi itu dapat diatur untuk memenuhi 5 jenis kebutuhan pokok yang lain, yaitu : 1.penyediaan lapangan kerja, 2.jaminan sosial, 3.transportasi dan komunikasi, 4.informasi dan pengetahuan umum, 5.pengembangan pribadi. Peningkatan kebutuhan-kebutuhan lain ini akan dapat semakin meningkatkan pendapatan keluarga dan sekaligus untuk memanfaatkan potensi kinerja yang dimiliki tiap anggota koperasi yang hingga kini masih tersia-siakan karena tidak terprogram.
Andil dari negara adalah hak guna pemanfaatan kekayaan alam baik di darat maupun di laut yang dibutuhkan oleh koperasi dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kelima kebutuhan dasar hidup maupun kelima kebutuhan pokok para anggotanya, dan berupa fasilitas kemudahan bagi terselenggaranya kerja koperasi antara lain modal dana baik hibah maupun pinjaman lunak.
Pengelolaan Koperasi Indonesia :
Sebagaimana disebutkan di depan bahwa koperasi Indonesia sebagai lembaga ekonomi yang mampu mewujudkan Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur apabila dikelola secara benar dan tertib. Oleh karena itu perlu diberikan arah dan pedoman yang benar agar selalu dapat dikendalikan dan diluruskan setiap kali terjadi penyimpangan. Sebagai arahan yang benar antara lain dapat dikutipkan beberapa Kesimpulan dan Penutup” dari penulisan “Sistem Ekonomi Indonesia dengan moral Pancasila” (bab 3) dalam buku EKONOMI PANCASILA (Landasan Pikir & Misi Pendirian) sebagai berikut :
a. Reformasi ekonomi mempunyai tujuan kembar yaitu meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dan sekaligus menghapus berbagai ketidakadilan ekonomi dengan tujuan akhir terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
b. Reformasi ekonomi Indonesia adalah pembaruan berbagai aturan main tentang hubungan-hubungan ekonomi dalam masyarakat. Aturan-aturan main ini secara keseluruhan dibakukan dalam Sistem Ekonomi Pancasila.
c. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancsila yang akan memperkuat jati diri dan kepribadian manusia, masyarakat dan bangsa Indonesia.
d. Ideologi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan (Mukadimah) UUD 1945, merupakan pegangan dan landasan strategi pembangunan nasional. Namun demikian strategi pembangunan nasional yang dilandasi ideologi nasional Pancasila belum pernah benar-benar diterima dan dilaksanakan secara ikhlas oleh seluruh warga bangsa.
e. Visi masa depan yang jernih hanya dapat diproyeksikan dengan menggunakan ideologi Pancasila yang setiap pelakunya berusaha mewujudkannya dalam tindakan konkrit kehidupan sehari-hari terutama dengan menunjuk pada ajaran-ajaran moral agama.
Dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur seperti yang dicita-citakan, setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2 UUD 1945), tanpa kecuali. Pengertian Ini mengandung konsekuensi bahwa segenap tenaga kerja Indonesia harus habis terserap dalam sistem ekonomi Pancasila yang terdiri atas tiga pilar ekonomi tersebut.
Dalam pilar ekonomi negara unsur tenaga kerjanya tentu selektif dan terbatas. Begitu pula dalam pilar ekonomi swasta kebutuhan tenaga kerjanya tentu juga selektif dan terbatas karena harus mampu bekerja secara efisien, efektif dan produktif guna mencapai daya saing yang cukup tinggi dalam dunia perdagangan dan usahanya. Apabila dalam kedua pilar tersebut diatas kebutuhan tenaga kerjanya terbatas maka dalam pilar ekonomi rakyat atau koperasi penyerapan tenaga kerjanya tidak boleh terbatas karena tidak boleh terjadi adanya tenaga kerja yang tidak mendapat pekerjaan. Sebagai konsekuensinya maka segenap warga negara harus menjadi anggota koperasi Indonesia.
Dengan demikian maka pola pengelolaan koperasi Indonesia dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem manajemen sedemikian sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Untuk keperluan itu dibutuhkan bantuan dari Lembaga Perguruan Tinggi yang terkait dengan masalah tersebut.

Koperasi

Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya.
Anggota koperasi
Anggota koperasi:
• Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
• Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda.fact Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi.fact Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh anggota.
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.ref Sito, Arifin. Tamba, Halomoan Koprasi teori dan peraktek.
Koperasi berlandaskan hukum
Koperasi berbentuk Badan Hukum sesuai dengan Undang-Undang No.12 tahun 1967 ialah: “Organisasi Ekonomi Rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama, berdasarkan asas kekeluargaan.Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hukum pajak.Organisasi koperasi yang khas dari suatu organisasi harus diketahui dengan menetapkan anggaran dasar yang khusus. Secara umum, Variabel kinerja koperasi yang di ukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per provinsi, jumlah koperasi per jenis/kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan nonaktif). Keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil usaha. Variabel-variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat peranan pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Demikian pula dampak dari koperasi (cooperative effect) terhadap peningkatan kesejahteraan anggota atau masyarakat belum tercermin dari variabel-variabel yang di sajikan.Dengan demikian variabel kinerja koperasi cenderung hanya dijadikan sebagai salah satu alat untuk melihat perkembangan koperasi sebagai badan usaha.
Fungsi dan peran koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.
Prinsip koperasi
Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu:
• Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
• Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
• Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi).
• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
• Kemandirian.
• Pendidikan perkoprasian.
• kerjasama antar koperasi.
Jenis-jenis koperasi
Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya.
• Koperasi Simpan Pinjam
• Koperasi Konsumen
• Koperasi Produsen
• Koperasi Pemasaran
• Koperasi Jasa
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman.
Koperasi Konsumen adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi.
Koperasi Produsen adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil menengah(UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya.
Koperasi Jasa adalah koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.
Sumber modal koperasi
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:
• Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
• Simpanan Wajib
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
• Simpanan khusus/lain-lain misalnya:Simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurba, dan Deposito Berjangka.

• Dana Cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
• Hibah
Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.
adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
• Anggota dan calon anggota
• Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antarkoperasi

• Bank dan Lembaga keuangan bukan banklembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
• Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Sumber lain yang sah
Mekanisme pendirian koperasi
Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap. Pertama-tama adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota. Kedua, Para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi ( ketua, sekertaris, dan bendahara ). Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi itu. Lalu meminta perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.
Pengurus koperasi
Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota sendiri. Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkupan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialahmereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota). Dalam hal dapatlah diterima pengecualian itu dimana yang bukan anggota dapat dipilih menjadi anggota pengurus koperasi.
Sejarah berdirinya koperasi dunia
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi pertanian.
Gerakan koperasi di Indonesia
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak sepontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Meraka mempersatukan diri untuk memperkaya dirinya sendiri, seraya ikut mengembangkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang di timbulkan oleh sistem kapitalisme demikian memuncaknya. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara sepontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginanmya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Ia dibantu oleh seorang asisten Residen Belanda (Pamong Praja Belanda) Assisten-Residen itu sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bak Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekana para pengijon (pelepan uang). Ia juga menganjurkan merubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasai belum dapat terlaksana, karena: 1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi. 2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan kopeasi. 3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Koperasi menjamur kembali, tetapi pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Perangkat organisasi koperasi
Rapat Anggota
Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.
Pengurus
Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota.
Pengawas
Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.
Tugas dan wewenang perangkat organisasi koperasi diatur oleh AD/ART koperasi yang disesuaikan dengan idiologi koperasi. Dalam manajemen koperasi perangkat organisasi koperasi juga disebut sebagai tim manajemen
Logo gerakan koperasi Indonesia

Lambang koperasi Indonesia
Lambang gerakan koperasi Indonesia memiliki arti sebagai berikut :

1. Rantai melambangkan persatuan dan persahabatan yang kokoh.
2. Roda bergigi menggambarkan upaya keras yang ditempuh secara terus menerus.
3. Kapas dan padi berarti menggambarkan kemakmuran rakyat yang diusahakan oleh koperasi.
4. Timbangan berarti keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi.
5. Bintang dalam perisai artinya Pancasila, merupakan landasan ideal koperasi.
6. Pohon beringin menggambarkan sifat kemasyarakatan dan kepribadian Indonesia yang kokoh berakar.
7. Koperasi Indonesia menandakan lambang kepribadian koperasi rakyat Indonesia.
8. Warna merah dan putih menggambarkan sifat nasional Indonesia.

KOPERASI INDONESIA: POTRET DAN TANTANGAN

Latar Belakang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya. Selama ini “koperasi” di¬kem¬bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar ba¬gi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pem¬bangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang se¬lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem¬bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh).
Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter¬sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD.
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.

Kemanfaatan Koperasi
Secara teoritis sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian, dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu. Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di sekitar ke¬giat¬an ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut ha¬nya dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya external diseconomies itu. Kehematan-kehematan yang dapat menjadi sumber kekuatan ko¬perasi memang tidak terbatas pada nilai ekonomis nya sema¬ta. Kekuatan itu juga dapat bersumber dari faktor non-ekono¬mis yang menjadi faktor berpengaruh secara tidak langsung ter¬hadap kegiatan ekonomi anggota masyarakat dan badan usaha koperasi. Sehingga manfaat atau keuntungan koperasi pada dasarnya selalu ter¬kait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang nyata (tangible) dan yang tidak nyata (intangible). Kemanfaatan koperasi ini ju¬ga selalu berkaitan dengan keuntungan yang bersifat eko¬no¬mi dan sosial. Karena koperasi selain memberikan keman¬fa¬atan ekonomi juga mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap aspek so¬sial seperti pendidikan, suasana sosial kemasyarakatan, ling¬kungan hidup, dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan kepa¬da manfaat yang mendasari digunakannya mekanisme koperasi. Dalam hal ini koperasi mempunyai kekuatan yang lain kare¬na koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan infor¬masi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang me¬mer¬lukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peran¬¬an koperasi secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang te¬lah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan de¬mi¬kian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan ter¬sebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk ber¬koperasi karena dinilai bermanfaat.
Dalam konteks yang lebih besar koperasi dapat dilihat se¬ba¬gai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, ba¬ik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kega¬gal¬an pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempur¬na¬an pasar. Secara teoritis koperasi akan tetap hadir jika terjadi ke¬gagalan pasar. Jika pasar berkembang semakin kompetitif se¬cara alamiah koperasi akan menghadapi persaingan dari da¬lam. Karena segala insentif ekonomi yang selama ini didapat ti¬dak lagi bisa dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan hadirnya koperasi terletak pada ke¬mam¬¬puan untuk mewujudkan keuntungan tidak langsung atau intangible benefit yang disebutkan di muka. Dalam kerangka yang lebih makro suatu perekonomian me¬ru-pakan suatu bangunan yang terdiri dari berbagai pelaku yang dikenal dengan kelompok produsen dan kelompok kon¬sumen. Di dalam suatu negara berkembang organisasi ekono¬mi dari masing-masing pelaku tadi menjadi semakin kompleks. Ka¬rena selain pemerintah dan swasta (perusahaan swasta) se¬be¬nar¬nya masih ada dua kelompok lain yaitu koperasi dan sek¬tor rumah tangga. Kelompok yang disebut terakhir, perlu men¬dapatkan pencermatan tersendiri, karena mungkin ia dapat bera¬da di dalam koperasi, atau menjadi suatu unit usaha sen¬diri, atau merupakan pendukung usaha swasta yang ada. Inilah yang sebenarnya perlu kita lihat dalam kerangka yang lebih luas.
Secara konseptual dan empiris, mekanisme koperasi me¬mang diperlukan dan tetap diperlukan oleh suatu perekonomi¬an yang menganut sistem pasar. Besarnya peran tersebut akan sangat tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta struktur pasar dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya alam dari sua¬tu negara. Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian lainnya. Koperasi sebagai mekanisme kerjasama ekono¬mi juga tidak mengungkung dalam sistemnya sendiri yang ter¬ba¬tas pada sistem dan struktur koperasi, tetapi dalam inte-rak¬si dapat meminjam mekanisme bisnis yang lazim dipakai oleh badan usaha non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pem¬ben¬tukan usaha yang berbentuk non koperasi untuk memper¬ta¬hankan kemampuan pelayanan dan menegakkan mekanisme koperasi yang dimiliki.

Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas
Esensi perdagangan bebas yang sedang diciptakan oleh ba¬nyak negara yang ingin lebih maju ekonominya adalah meng¬¬hilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan inter¬nasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampak¬nya terhadap perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi kon¬sumsi, dan (iii) koperasi kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri. Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang meru¬pa¬kan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh per¬dagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian di seluruh belahan dunia ini me¬mang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk sub¬sidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang yang dihasilkan oleh ang¬gota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seper¬ti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari ne¬gara lain yang lebih efisien.
Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan be¬rat dan akan menurunkan perannya di dalam percaturan pa¬sar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk pening¬katan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks ini koperasi yang menangani produksi per¬tanian, yang selama ini mendapat kemudahan dan per¬lin¬dungan pemerintah melalui proteksi harga dan pasar akan meng¬hadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi produksi ha¬rus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus me-reorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi produksi di luar pertanian memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi perdagangan terha¬dapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergan¬tung di posisi segmen mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan ba¬rang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.
Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat be¬sar dari adanya perdagangan bebas, karena pada dasarnya per¬dagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan har¬ga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan per¬da¬gangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilih¬an barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara be¬bas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan un¬tuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluas¬nya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan mening¬katnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh pe¬merintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan ta¬rif akan menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya kepada ma-syarakat. Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat un¬tuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul aki¬bat perdagangan bebas.
Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun em¬pi¬ris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun seg¬men¬tasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuang¬an yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masa-lah informasi. Bagi koperasi kredit keterbukaan perda¬gangan dan aliran modal yang keluar masuk akan meru¬pakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, na¬mun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apa¬bila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan me¬nu¬tup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka seg¬mentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di negara berkembang, ada¬nya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk menga¬dakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.

Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan mem¬berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum¬ber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun kope¬rasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif de¬ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi inves¬tasi dan skala kegiatan koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advo¬kasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepa¬da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fung¬si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat. Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.
Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha¬dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre¬dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae¬rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengem¬bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me¬num¬buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope¬rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem¬bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat¬nya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo¬rong pengem¬bang¬an lembaga penjamin kredit di daerah. Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda panjang. Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air.

MEMBANGUN KOPERASI YANG BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.

KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan. Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.
Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola hubungan koperasi dan anggota di KUD. Akibatnya sering terjadi “koperasi yang tidak berkoperasi” atau dikenal pula sebagai “koperasi pengurus” dan “koperasi investor” karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda, melakukan transaksi satu dengan lainnya, bahkan tidak jarang saling berbeda kepentingan : pengurus dan ‘investor’ disatu pihak, anggota dipihak lainnya. Dari beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.

FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan (enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan
e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.
Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.
Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.
Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.
Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.

MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA
Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :
1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.
Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.
2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.
3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.
5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.
6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7. Peningkatan Citra Koperasi
Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8. Penyaluran Aspirasi Koperasi
Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.

Rabu, 06 Oktober 2010

KONSEP ALIRAN DAN SEJARAH KOPERASI

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi. Namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami hambatan, sehingga koperasi tidak dapat berkembang.
Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
Timbulnya Cita -Cita Pembentukan Koperasi di Indonesia
Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Pada saat itulah mulai tumbuh keinginan untuk melepaskan dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka. Pemerintah Hindia Belanda tak segan- segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental. Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi. Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.
Adanya Politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan/kesengsaraan rakyat Indonesia seperti halnya berkaitan dengan koperasi tanah air kita yaitu E. Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Kedua nama tersebut banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.
Terwujudnya Pendirian Koperasi
Sementara itu pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh di mana-mana. Kaum pergerakan pun dalam memperjuangkan mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Titik awal perkembangan perkoperasian di bumi Nusantara ini bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908.
Pergerakan kebangsaan yang dipimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo inilah yang menjadi pelopor dalam industri kecil dan kerajinan melalui keputusan Kongres Budi Oetomo di Yogyakarta kala itu ditetapkan, bahwa:
- Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan.

- Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi.

Campur Tangan Belanda Dalam Perkembangan Koperasi Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan beroganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Baru pada tahun 1915 disadari bahaya laten dan sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut pergerakan-pergerakan rakyat itu. Pemerintah kolonial lalu mengeluarkan peraturan yang pertama kali mengatur cara kerja koperasi, yang sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian. Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
- Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
- Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
- Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
- Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda


Koperasi Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran. Jepang lalu mendirikan ”Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang.
Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Politik tersebut sangat menarik perhatian rakyat sehingga dengan serentak di Indonesia dapat didirikan Kumiai sampai ke desa-desa. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.

KONSEP KOPERASI

• KONSEP KOPERASI BARAT => Koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.
Unsur-unsur Positif Konsep Koperasi Barat :
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan.
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati.
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi.
Adapun Dampak Langsung Koperasi Terhadap Anggotanya :
• Promosi kegiatan ekonomi anggota.
• Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai wirausahawan dan bekerjasama antar koperasi secara horizontal dan vertical.
Dan juga Dampak Tidak Langsung Koperasi Terhadap Anggotanya :
• Pengembangan Kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan.
• Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil.
• Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dg pemberian harga yang wajar antara produsen dg pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama pada koperasi dan perusahaan kecil.


KONSEP KOPERASI SOSIALIS => Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional.
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.




KONSEP KOPERASI NEGARA BERKEMBANG => Koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya.
• Perbedaan dengan Konsep Sosialis :
Konsep Sosialis : tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif.

Konsep Negara Berkembang : tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.


LATAR BELAKANG TIMBULNYA ALIRAN KOPERASI
• Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian dan Aliran Koperasi.
• Aliran Koperasi.

Aliran Koperasi
Aliran Yardstick
• Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
• Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi.
• Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi ditengah-tengah masyarakat. Maka dari itu, maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri.
• Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.

Aliran Sosialis

• Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
• Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia.

Aliran Persemakmuran (Commonwealth)

• Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
• Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
• Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.

Rabu, 30 Juni 2010

5.6 CONCLUSION AND CHAPTER 7

Chapter 5

Explaining about the activities of existing marketing and marketing conditions at this time. Not only that here also explains about the methods used in the current marketing system, which is a modern marketing.


Chapter 6

Explaining about the Four P's, the four elements of marketing, namely:

-Product
-Price
-Placement
-Promotion

Fourth element is very important if we want conduct activities marketing.


Chapter 7

Explaining about how the ways or techniques to achieve marketing goals. And inform about the example of the marketing mix Might parties in the Following:

Product: blue jeans
Price: with the market
Placement: department stores
Promotion: advertisement on a "pop music" radio station.

GLOBAL WARMING

Global Warming is the process of increasing the average temperature of the atmosphere, ocean, and land Bumi.Suhu global average on the surface of Earth has increased over the last hundred years. Climate models are used as reference shows the global surface temperature will rise. Estimates were caused by the use of different scenarios on emissions of greenhouse gases in the future, as well as models of different climate sensitivities. Warming and sea level rise is expected to continue for more than a thousand years even if greenhouse gas emission levels have been stable. This reflects the large heat capacity of the oceans.
Increasing global temperatures are expected to lead to other changes such as rising sea levels, increased intensity of extreme weather phenomena, as well as changes in the number and pattern of precipitation. Consequences of global warming are another character of agricultural output, loss of glaciers, and the extinction of various animal species.
Greenhouse effect.

All sources of energy contained in the Earth comes from the sun. Most of the energy in the form of short wave radiation, including visible light. When this energy reached Earth's surface, he changed from light into heat that warms the Earth. Earth's surface, will absorb some of the heat and reflecting back the rest. Some of this heat wave form of infrared radiation into space long. But some of the heat remains trapped in the earth's atmosphere due to deposition amount of greenhouse gases such as water vapor, carbon dioxide, and methane which trap the waves of this radiation. These gases absorb and reflect back the radiation waves emitted by the Earth and consequently the heat is stored in the Earth's surface. This situation occurs continuously resulting in an annual average temperature of the earth continues to rise. These gases may serve as a greenhouse gas. With the increasing concentration of these gases in the atmosphere, the more heat is trapped underneath.

The greenhouse effect is very much needed by all living things on earth, because without it, this planet will become very cold. With an average temperature at 15 ° C (59 ° F), the earth has actually hotter 33 ° C (59 ° F) from the original temperature, if there is no greenhouse effect the earth temperature -18 ° C only so the ice will cover the entire Earth's surface. But on the contrary, if the gases in the atmosphere has been excessive, will cause global warming.



Impact of global warming

• Start Unstable Climate
Warmer regions will become more humid as more water evaporates from the ocean. The humidity will increase or decrease even further warming. This is because water vapor is a greenhouse gas, so that its presence will increase the insulation effect on the atmosphere. However, more moisture will also form more clouds that reflect sunlight back into space, where this is going to reduce the heating process. High humidity will increase rainfall, on average.
• Increased sea surface
As the atmosphere warms, the ocean surface layer will also be warmer, so the volume might be larger and raises sea level. Warming will also melt much glacier ice, further swelling the sea. Of sea level worldwide has risen 10-25 cm, and predicted a further rise of 9-88 cm.
• Global temperatures tend to increase
One might assume that a warmer Earth would produce more food than ever before, but it is actually not the same in some places. As an example, may benefit from higher rainfall and more length of planting. On the other hand, semi-arid tropical agricultural land in several parts. Desert agricultural areas that use irrigation water from distant mountains may suffer if the collection of snow in the winter, which serves as a natural reservoir, will melt before the peak months of planting. Food crops and forests may be susceptible to insect and disease attacks more powerful.

• Disturbance ecology
Animals and plants are living things that are difficult to avoid the effects of warming because most of the land has been controlled by humans. In global warming, animals tend to migrate toward the poles or up the mountain. Plants will change the direction of its growth, find new areas for the duration of habitat becomes too warm. However, human development will prevent this transfer. The species that migrate north or south is blocked by the cities or agricultural lands may be dead. Some types of species that are not able to rapidly move toward the poles may also be destroyed.
In addition, global warming could also affect the social and political
Changes in weather and ocean can lead to the emergence of diseases associated with heat and death. Hot temperatures can also cause crop failure that will appear hunger and malnutrition. Changes in extreme weather and sea level rise caused by melting Arctic ice cap can cause the diseases associated with natural disasters (floods, hurricanes and fires) and death due to trauma. Incidence of natural disasters are usually accompanied by a movement of people to places of refuge where frequent diseases, such as: diarrhea, malnutrition, micronutrient deficiency, psychological trauma, skin diseases, and others.

Ecosystem shifts can make an impact on the spread of diseases through water and the spread of diseases through vectors. As the increasing incidence of dengue fever since the emergence of a new ecosystem of space for these mosquitoes breed. Given this climate change then there are several species of Aedes Agipty eq disease vectors, viruses, bacteria, plasmodium become more resistant to certain drugs that target its CEDAW organism. Also predictable that there are some species that would naturally selected or extinct due to this extreme perbuhan ecosystems. Gradient Environmental pollution caused by waste in the river also contribute to waterborne diseases and vector-borne disease. Coupled with air pollution gases proceeds uncontrolled plant will further contribute to respiratory illnesses like asthma, allergies, coccidiodomycosis, chronic heart and lung disease, and others.

Solutions To Stop Global Warming, and until now we Still Have Chance To Do It.
Basically, we have to do is to reduce as much as possible everything which ak ¬ tifitas generate greenhouse gas emissions.


• Stop or reduce the eating of meat!
That 18% of global warming is happening is donated by the in ¬ livestock industry, which is larger than tackling the global warming effect produced by the entire world's transportation combined! And also added that the emissions are calculated based only on the EMI ¬ CO2 generated, even though in addition to being a great contributor to CO2, the poultry industry is also one of the main sources of pollution of land and water resources.
Plant-based diet requires only 25% of the energy needed by the meat-based diet. Changing patterns of eating meat with a vegetarian diet 50% more effect ¬ tif to prevent global warming. A vegetarian diet with the standards will save 1.5 tonnes of greenhouse emissions every year!

• Limit emissions of carbon dioxide!
If possible, find alternative energy sources that do not produce CO2 emissions such as solar energy, water, wind, nuclear, and others. When forced to use a fuel which will produce CO2 emissions, use it wisely and efficiently. This entry was ¬ save electricity and energy, especially Indonesia, including many countries that use the material char ¬ ba oil, coal for power plants.
¬ switch off electrical appliances when not in use to, use energy efficient lighting, and use panel suryasebagaienergi alternative.

• Plant more trees!
Green plants absorb CO2 from the atmosphere and storing it in its network. But after death they will release the CO2 back into the air. Environment with many plants will be binding CO2 as well, and must be maintained by future generations. If not, then the carbon already stored in the plant will re-released into the atmosphere as CO2 at ¬.
• Recycling and re-use
Calculations are performed in Ca lifornia ¬ indicate that when the recycling process can be applied up to the level of the state of California ¬ nia, then saved enough energy to provide energy supplies for 1.4 million homes, reducing the 27 047 tonnes of water pollution, saves 14 million tree, and reduce greenhouse gas emissions equivalent to 3.8 million until the cars!
• Use alternative transportation to reduce carbon emissions
Consuming local food products will reduce emissions in a significant amount. Found that non-local food average travel 1494 miles before tackling yet consumed, compared with the local food which is only covered 56 miles. Imagine how much carbon emissions saved by ¬ distinction difference is 1438 miles. Use your bike as much as you can as a method of transport ¬ tation. Besides saving a lot of energy, cycling is also a healthy sport.